Sabtu, 10 Maret 2012

SENANDUNG GERIMIS (part 1)

Hidup bukan lah suatu pilihan yang harus kita jalani. Hidup adalah sebuah perjuangan tuk menentukan jati diri seorang manusia. tuntutan dimasyarakat tuk layak dan di anggap ada memang terkadang membuat kita merasa tertekan. Siapa pun orangnya dan dimanapun ia tinggal, tungtutan itu akan tetap ada dan beragam dalam hadirnya. Disini, tempat dimana leluhurku tinggal pun masih lekat dengan hal itu. Walau saat kita lihat siapa yang ada di samping kita itu adalah saudara sendiri tapi tuntutan itu pun hadir sebagai salah satu warna hidup.
Mentari selalu gagah menyinari bumi ini namun tak jarang mentari hilang tertutup awan yang kian menebal dan menghitam.
seperti hari ini, ayah tak kunjung pulang dari perantauannya. Saat ibu lihat tempat beras tak ada sebutir pun beras tersisa. Tak pernah kudengar keluh keluar dari bibir nya yang selalu tersenyum...
"bu, aku lapar..."rintih sibungsu
"aku juga bu, perutku sakit sekali rasanya..."
"sabar ya nak, ingat kita jadikan hari ini pelajaran yang berharga tuk hari esok..."
"bu, kita tak mungkin terus menunggu ayah pulang... baiklah aku akan coba mencari nafkah.."
"Aris, jangan nak... kamu masih kecil dan kamu harus kesekolah hari ini..."
"tapi bu?.."
ibu menaburkan senyum ketenangan dan ketegaran di pagi itu...

sungguh getir rasanya nafas kehidupan yang kini aku dan keluarga ku jalani. hidup dengan berselimutkan kemiskinan membuat diri sering jadi bahan hinaan orang lain. tak jarang ibu sering dituduh sebagai wanita pembawa sial bahkan yang paling menyakitkan ibu sering dituduh sebagai perempuan murahan. kejamnya mereka terhadap kami sungguh begitu tega mereka kepada kami yang hany tak punya banyak uang. tapi mereka lupa kami ini manusia juga. dulu ayah memang anak seorang juragan kaya, tapi ayah memilih tuk menikahi ibu yang kelas bawah dan meninggalkan hartanya yang berlimpah di pulau sebrang. kini ayah kerja serabutan penghasilannya tak menentu belum lagi harus dipotong ongkos pulang dan di sisihkan lagi untuk ongkos berangkat kerja lagi. pedih memang jalan hidup ini bila terus dijalani dengan keluhan yang menggunung. tapi kami terus hadapi semuanya dengan senyum walu perih nya perut ini tak tertahan lagi. anadai aku sudah cukup umur untuk bekerja aku akan dengan sekuat tenaga ku bekerja mencari uang sebanyak-banyaknya yang penting orang tua dan keluarga ku tak susah dan tak dihina lagi.

seperti hari-hari yang lalu aku pergi kesekolah dengan berjalan kaki dan perut yang keroncongan. tak sepeserpun uang ku bawa tuk sekedar membeli makanan kecil sebagai pengisi perut. huh... kuat kuat kuat aku harus kuat... senyum.................
mereka memandangku dengan sebelah mata, sakit rasanya hati ini saat mereka rendahkan ku tapi ini mimpi ayah dan ibu aku harus jadi orang yang pandai aku harus tuntaskan pendidikanku.
Roi adalah satu-satunya orang disekolah yang mau menjadi temanku, dia tak pernah jauhi ku simiskin yang terhina ini.
"biarkan mereka hari ini tersenyum terbahak-bahak melecehkan dirimu, tapi yakinlah hari esok kamu yang akan tersenyum dan mereka malu"
"terimakasih teman..."

ayah sudah tiga bulan tak kunjung datang, tak ada kabar sedikit pun kami dapatkan. aku beberapa kali berusaha yakinkan ibu untuk pergi ketempat ayah bekerja. namun lagi-lagi ibu tak memberikan aku izin untuk pergi. tapi ada sesuatu hal yang membuat aku merasa ingin dan harus pergi ketempat dimana ayah bekerja. walau aku harus diam-diam, aku akan tetap pergi kesana...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar