Andai
bunuh diri bukan lah suatu dosa dan andai saja bunuh diri bisa menyelesaikan
semua masalah yang ada. Mungkin saat ini aku pilih jalan itu tuk akhiri
semuanya. Kini yang ada di benakku bagaimana semua ini bisa terjadi dan
bagaimana masalah ini bisa cepat berlalu di hidupku. Sejujurnya aku merasa kena
harus masalah seperti ini yang terus hadir dihidupku. Sekilas sering mucul
pikiran picikku, kenapa tuhan tidak adil terhadapku. Saat ku lihat mereka
seakan sempurna hidupnya. Apa yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan,
kekasih mana yang ingin mereka jadikan ratu dimalam-malamnya bisa mereka pilih.
Sedangkan aku... seakan semuanya sulit untuk aku raih sulit untuk aku bawa
dalam dunia nyata.
Aku
coba perbaiki diri dalam beribadah, dengan ketulusan hati tuk jadi lebih baik.
Agar aku bisa lebih dekat dengan tuhan, agar doa ku bisa cepat terkabul. Tapi
tak begitu mudah juga... tetap saja mereka yang masi ada di atas awan
kebahagiaan. Aku... masih sendiri masih dengan hinaan orang-orang yang
memandang aku dengan sinisnya. Seperti pagi tadi saat aku mulai menyusuri
jalanan yang kian tak lagi aku acuhkan setiap langkah yang gontai saat
menyusurinya. Mereka terbahak-bahak puas saat melihat dan mengejekku si bodoh
yang tak berseragam sekolah seperti mereka.
Air mata
rasanya sudah tak pantas lagi tuk keluar, sudah banyak aku tumpahkan tuk
menangisi hal yang sama rasanya bosan tuk aku keluarkan lagi. Jujur aku benci
mereka rasanya ingin tanggan yang tak berginzi ini menonjok muka mereka dan
merobek bibir yang penuh kesombongan itu. Tapi apalah daya nasib simiskin tak
pernah diperbolehkan punya nyali menyentuh mereka yang berduit.
Ku buka pintu rumah setengah
kudobrak pintu butut yang sudah laak buang itu...
“kenapa kamu
aran?..”tanya ibu sambil mengambilkan aku segelas air putih
“kenapasih
bu kita harus jadi orang miskin, sampai-sampai mereka puas menghina kita”
kekesalan itu ku muntahkan kepada ibu
“sabar nak,
ini takdir dari tuhan”
“takdir?... ini
takdir bu.. berarti tuhan gak pernah sayang sama kita tuhaan gak adil sama kita
bu?...”
“jaga ucapan
kamu arman, jangan hanya karena hinaan orang-orang bodoh itu kamu jadi musrik
nak” bentak ibu sambil membelalakan matanya
“terus kalau
tuhan adil kita gak mungkin hidup seperti ini”
“arman”
bentak ibu sambil dipukulnya meja didepannya
Aku pun
lekas pergi ke danau tempat dimana aku habiskan untuk membuang setiap kekesalan
yang ada di dalam hati. Hanya tempat ini yang jadi teman di hidupku, semua
orang jahat mereka hanya tahunya menghina dan merendahkan orang lain.
Seperti
biasa aku setiap pagi pergi berkeliling komplek dekat kampong kardus tempat
tinggalku. Disana aku mencari barang-barang yang layak jual yang sudah mereka
anggap sampah. Karena dari sampah-sampah itulah aku dapat hidup bersama ibu dan
seorang adikku yang masih berusia 10 tahun. Sedangkan bapak kami entah sekarang
ada dimana. Tuk menanyakan nya saja aku merasa jijik, dia tidak bertanggung
jawab terhadap aku ibu dan adikku.
Banyak hal
sesungguhnya yang bisa aku dapatkan dari kehidupan yang keras ini. Tapi tetap
saja aku merasa tuhan tidak pernah adil terhadapku.
“tin..
tin..”klakson mobil mewah itu mengagetkan aku yang berjalan di pinggir trotoal
perumahan
Saat ku
lihat, seorang pria sekitar 30 tahun memarkirkan mobilnya tepat disamping
simiskin.
“nama kamu
siapa?..”tanya lelaki itu sambil membuka jendela mobilnya
“maaf pak
ada apa ya, saya gak pernah nyolong pak?..”
#dia
tertawa, “siapa yang menuduh kamu mencuri, saya hanya bertanya siapa nama
kamu?...”
“saya arman
pak?..”
“usia kamu
berapa tahun”
“sekarang
usia ku baru 17 tahun 3 bulan pak, memangnya kenapa?..”
Dia pun
menawarkan pekerjaan terhadapku, aku sungguh kaget. Dia benar-benar mau
mempekerjakanku apa hanya mengiming-imingi ku saja. Dia terus meyakinkanku,
menurutnya pekerjaannya tak begitu memerlukan banyak tenaga dan tak harus
panas-panasan lagi. Karena aku ingin merubah nasib keluargaku. Aku terima
ajakan lelaki itu untuk bekerja bersamanya.
Keesokan harinya aku mendatangi
rumahnya yang seperti istana, tak banyak hal yang aku tahu dari pekerjaan rumah
tangga. Dia pun menyuruh seorang anak buahnya untuk mengganti pakaianku dengan
yang layak. Mungkin baju yang menurutku paling baik ini tak layak dipakai lagi
kali ya... aku bingung dibuatnya...
“Kamu merasa
nyaman dengan pakaian itu?” tanya pak.Rusdi nama lelaki baik hati itu
“emzz ini
terlalu mahal untuk aku kenakan pak?..”
“kata siapa.
Itu hanya pakaian biasa kok”...
“darmin
siapkan mobil kita akan berangkat sekarang...”
Tak banyak
pertanyaan aku lontarkan pada pak.Rusdi, yang aku tahu aku akan bekerja untuk
penghidupanku yang lebih layak.
Aku dibawa kestudio foto, bayak
sekali orang yang menunggu kedatangan pak.Rusdi. Saat pak.Rusdi masuk hamper
semuanya menyapa beliau dengan senyuman ramah. Mereka langsung berdiri tegap
seakan pak.Rusdi seorang raja yang datang ke istana setelah perjalanan panjang.
Lucu sekaligus malu aku rasakan.
“perkenalkan,
dia Arman model baru kita”
Mereka pun
bertepuk tanggan dan menyalami ku dengan ramah. Tapi juju raku tak tahu apa itu
yang dimaksud dengan Model?...
Pak.Rusdi
menyuruhku keruang kostum dan Make up, katanya aku akan di ubah menjadi lebih
keren. Sungguh pusing rasanya kepala ini, aku di putar ke kanan aku di putar
kekiri. Belum lagi muka ku di oles apa lah buatku gatal dan tak nyaman. Satu
setengah jam aku lewati di dalam ruangan itu, lalu pak.Rusdi pun datang
menghampiriku dan ia berkata “ini dia permata yang terpendam di balik tumpukan
kardus”...
Aku bingung
dengan pernyataan nya itu.
Kaku, kata pertama yang dikeluarkan
oleh mas-mas yang menggambil fotoku untuk pertama kalinya. Lalu ia panggil
seorang yang disebut piñata gaya, aku di arahkan olehnya. Tiga jam berlalu dari
berdiri jongkok duduk hingga tiduran aku dibuatnya.
Lalu aku
diajak pak.Rusdi pulang, saat di mobil aku diberinya sebuah amplop. Saat aku
buka aku sangat terkejut melihatnya. Uang sebanyak lima ratus ribu rupiah. Aku
pun langsung bergegas pulang dan memberitahu ibu kalu kita kini bisa makan.
Karena jujur saja sudah dua hari ini kami bertiga belum makan sama sekali. Tadi
aku dapat nasi box tapi aku tak ingin memakannya karena aku ingat ibu dan adik.
Satu tahun aku jalani profesi baruku
sebagai model, banyak hal yang kini berubah dari kehidupanku. Rumahku kini
bukan di perumahan kardus lagi kenadaraan ku bukan sandal jepit lagi tapi
sebuah mobil mewah. Namun satu hal yang kini sangat membebani batin dan
perasaanku. Aku harus terjerumus kedalam lubang dosa yang kian dalam. Hamper
setiap hari aku harus melayani keberingasan nafsu pak.Rudi dan kawan-kawannya.
Terkadang ingin rasanya aku berteriak dan pergi dari dunia kelam ini. Tapi aku
tak bisa lepas karena hutang budi pak.Rusdi terhadapku dan keluargaku sangat
besar. Dia membelikan aku rumah mewah dan mobil mewah tanpa berpikir panjang.
Namun aku merasa semua ini sia-sia saja karena aku terus menjadi pesakitan si
pemuas nafsu kaum sakit.
Ibu...
adik... maafkan aku yang harus menjali hidup kotor demi tidak di hina lagi oleh
mereka yang berlindung dibalik kekayaan orang tuanya.
Tapi apalah
daya kini aku sama seperti mereka naïf dan menjijikan....
Andai aku bisa terlepas dari jerat
nista ini, model hanyalah profesi yang menutupi aib ku sebagai pemuas nafsu
mereka yang sakit.
Tuhan
maafkan aku yang tak bersyukur akan rumah kardusku, maafkan aku yang gila akan
hormat. Maafkan aku tuhan dan kini di usiaku yang ke delapan belas tahun aku
harus menanggung penyakit kotor yang kapan saja bisa merenggut nyawaku. AKU
RINDU RUMAH KARDUSKU, namun aku tak bisa kembali kerumah kardusku. Terlalu suci
rumah itu untuk aku singgahi lagi, mungkin ini saatnya aku menikmati kenaifanku
dengan penyakit mematikan dikemewahan yang penuh dosa nista. . . andai ibu dan
adik tahu akan kondisiku saat ini, mungkinkah mereka mau memaafkan aku?...
tuhan... maafkan aku... maafkan aku tuhan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar