Sabtu, 24 Maret 2012

KARDUS KU INGIN KEMBALI


Andai bunuh diri bukan lah suatu dosa dan andai saja bunuh diri bisa menyelesaikan semua masalah yang ada. Mungkin saat ini aku pilih jalan itu tuk akhiri semuanya. Kini yang ada di benakku bagaimana semua ini bisa terjadi dan bagaimana masalah ini bisa cepat berlalu di hidupku. Sejujurnya aku merasa kena harus masalah seperti ini yang terus hadir dihidupku. Sekilas sering mucul pikiran picikku, kenapa tuhan tidak adil terhadapku. Saat ku lihat mereka seakan sempurna hidupnya. Apa yang mereka inginkan bisa mereka dapatkan, kekasih mana yang ingin mereka jadikan ratu dimalam-malamnya bisa mereka pilih. Sedangkan aku... seakan semuanya sulit untuk aku raih sulit untuk aku bawa dalam dunia nyata.
Aku coba perbaiki diri dalam beribadah, dengan ketulusan hati tuk jadi lebih baik. Agar aku bisa lebih dekat dengan tuhan, agar doa ku bisa cepat terkabul. Tapi tak begitu mudah juga... tetap saja mereka yang masi ada di atas awan kebahagiaan. Aku... masih sendiri masih dengan hinaan orang-orang yang memandang aku dengan sinisnya. Seperti pagi tadi saat aku mulai menyusuri jalanan yang kian tak lagi aku acuhkan setiap langkah yang gontai saat menyusurinya. Mereka terbahak-bahak puas saat melihat dan mengejekku si bodoh yang tak berseragam sekolah seperti mereka.
Air mata rasanya sudah tak pantas lagi tuk keluar, sudah banyak aku tumpahkan tuk menangisi hal yang sama rasanya bosan tuk aku keluarkan lagi. Jujur aku benci mereka rasanya ingin tanggan yang tak berginzi ini menonjok muka mereka dan merobek bibir yang penuh kesombongan itu. Tapi apalah daya nasib simiskin tak pernah diperbolehkan punya nyali menyentuh mereka yang berduit.
            Ku buka pintu rumah setengah kudobrak pintu butut yang sudah laak buang itu...
“kenapa kamu aran?..”tanya ibu sambil mengambilkan aku segelas air putih
“kenapasih bu kita harus jadi orang miskin, sampai-sampai mereka puas menghina kita” kekesalan itu ku muntahkan kepada ibu
“sabar nak, ini takdir dari tuhan”
“takdir?... ini takdir bu.. berarti tuhan gak pernah sayang sama kita tuhaan gak adil sama kita bu?...”
“jaga ucapan kamu arman, jangan hanya karena hinaan orang-orang bodoh itu kamu jadi musrik nak” bentak ibu sambil membelalakan matanya
“terus kalau tuhan adil kita gak mungkin hidup seperti ini”
“arman” bentak ibu sambil dipukulnya meja didepannya
Aku pun lekas pergi ke danau tempat dimana aku habiskan untuk membuang setiap kekesalan yang ada di dalam hati. Hanya tempat ini yang jadi teman di hidupku, semua orang jahat mereka hanya tahunya menghina dan merendahkan orang lain.
Seperti biasa aku setiap pagi pergi berkeliling komplek dekat kampong kardus tempat tinggalku. Disana aku mencari barang-barang yang layak jual yang sudah mereka anggap sampah. Karena dari sampah-sampah itulah aku dapat hidup bersama ibu dan seorang adikku yang masih berusia 10 tahun. Sedangkan bapak kami entah sekarang ada dimana. Tuk menanyakan nya saja aku merasa jijik, dia tidak bertanggung jawab terhadap aku ibu dan adikku.
Banyak hal sesungguhnya yang bisa aku dapatkan dari kehidupan yang keras ini. Tapi tetap saja aku merasa tuhan tidak pernah adil terhadapku.
“tin.. tin..”klakson mobil mewah itu mengagetkan aku yang berjalan di pinggir trotoal perumahan
Saat ku lihat, seorang pria sekitar 30 tahun memarkirkan mobilnya tepat disamping simiskin.
“nama kamu siapa?..”tanya lelaki itu sambil membuka jendela mobilnya
“maaf pak ada apa ya, saya gak pernah nyolong pak?..”
#dia tertawa, “siapa yang menuduh kamu mencuri, saya hanya bertanya siapa nama kamu?...”
“saya arman pak?..”
“usia kamu berapa tahun”
“sekarang usia ku baru 17 tahun 3 bulan pak, memangnya kenapa?..”
Dia pun menawarkan pekerjaan terhadapku, aku sungguh kaget. Dia benar-benar mau mempekerjakanku apa hanya mengiming-imingi ku saja. Dia terus meyakinkanku, menurutnya pekerjaannya tak begitu memerlukan banyak tenaga dan tak harus panas-panasan lagi. Karena aku ingin merubah nasib keluargaku. Aku terima ajakan lelaki itu untuk bekerja bersamanya.
            Keesokan harinya aku mendatangi rumahnya yang seperti istana, tak banyak hal yang aku tahu dari pekerjaan rumah tangga. Dia pun menyuruh seorang anak buahnya untuk mengganti pakaianku dengan yang layak. Mungkin baju yang menurutku paling baik ini tak layak dipakai lagi kali ya... aku bingung dibuatnya...
“Kamu merasa nyaman dengan pakaian itu?” tanya pak.Rusdi nama lelaki baik hati itu
“emzz ini terlalu mahal untuk aku kenakan pak?..”
“kata siapa. Itu hanya pakaian biasa kok”...
“darmin siapkan mobil kita akan berangkat sekarang...”
Tak banyak pertanyaan aku lontarkan pada pak.Rusdi, yang aku tahu aku akan bekerja untuk penghidupanku yang lebih layak.
            Aku dibawa kestudio foto, bayak sekali orang yang menunggu kedatangan pak.Rusdi. Saat pak.Rusdi masuk hamper semuanya menyapa beliau dengan senyuman ramah. Mereka langsung berdiri tegap seakan pak.Rusdi seorang raja yang datang ke istana setelah perjalanan panjang. Lucu sekaligus malu aku rasakan.
“perkenalkan, dia Arman model baru kita”
Mereka pun bertepuk tanggan dan menyalami ku dengan ramah. Tapi juju raku tak tahu apa itu yang dimaksud dengan Model?...
Pak.Rusdi menyuruhku keruang kostum dan Make up, katanya aku akan di ubah menjadi lebih keren. Sungguh pusing rasanya kepala ini, aku di putar ke kanan aku di putar kekiri. Belum lagi muka ku di oles apa lah buatku gatal dan tak nyaman. Satu setengah jam aku lewati di dalam ruangan itu, lalu pak.Rusdi pun datang menghampiriku dan ia berkata “ini dia permata yang terpendam di balik tumpukan kardus”...
Aku bingung dengan pernyataan nya itu.
            Kaku, kata pertama yang dikeluarkan oleh mas-mas yang menggambil fotoku untuk pertama kalinya. Lalu ia panggil seorang yang disebut piñata gaya, aku di arahkan olehnya. Tiga jam berlalu dari berdiri jongkok duduk hingga tiduran aku dibuatnya.
Lalu aku diajak pak.Rusdi pulang, saat di mobil aku diberinya sebuah amplop. Saat aku buka aku sangat terkejut melihatnya. Uang sebanyak lima ratus ribu rupiah. Aku pun langsung bergegas pulang dan memberitahu ibu kalu kita kini bisa makan. Karena jujur saja sudah dua hari ini kami bertiga belum makan sama sekali. Tadi aku dapat nasi box tapi aku tak ingin memakannya karena aku ingat ibu dan adik.
            Satu tahun aku jalani profesi baruku sebagai model, banyak hal yang kini berubah dari kehidupanku. Rumahku kini bukan di perumahan kardus lagi kenadaraan ku bukan sandal jepit lagi tapi sebuah mobil mewah. Namun satu hal yang kini sangat membebani batin dan perasaanku. Aku harus terjerumus kedalam lubang dosa yang kian dalam. Hamper setiap hari aku harus melayani keberingasan nafsu pak.Rudi dan kawan-kawannya. Terkadang ingin rasanya aku berteriak dan pergi dari dunia kelam ini. Tapi aku tak bisa lepas karena hutang budi pak.Rusdi terhadapku dan keluargaku sangat besar. Dia membelikan aku rumah mewah dan mobil mewah tanpa berpikir panjang. Namun aku merasa semua ini sia-sia saja karena aku terus menjadi pesakitan si pemuas nafsu kaum sakit.
Ibu... adik... maafkan aku yang harus menjali hidup kotor demi tidak di hina lagi oleh mereka yang berlindung dibalik kekayaan orang tuanya.
Tapi apalah daya kini aku sama seperti mereka naïf dan menjijikan....
            Andai aku bisa terlepas dari jerat nista ini, model hanyalah profesi yang menutupi aib ku sebagai pemuas nafsu mereka yang sakit.
Tuhan maafkan aku yang tak bersyukur akan rumah kardusku, maafkan aku yang gila akan hormat. Maafkan aku tuhan dan kini di usiaku yang ke delapan belas tahun aku harus menanggung penyakit kotor yang kapan saja bisa merenggut nyawaku. AKU RINDU RUMAH KARDUSKU, namun aku tak bisa kembali kerumah kardusku. Terlalu suci rumah itu untuk aku singgahi lagi, mungkin ini saatnya aku menikmati kenaifanku dengan penyakit mematikan dikemewahan yang penuh dosa nista. . . andai ibu dan adik tahu akan kondisiku saat ini, mungkinkah mereka mau memaafkan aku?... tuhan... maafkan aku... maafkan aku tuhan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar