Walau pagi ini
dipulau dimana tempat ayah mencari nafkan telah di guyur hujan. Baju ku pun tak
urung basah kuyup tapi tak menurunkan tekadku untuk menemui ayah.
Banyak orang
melihatku dengan nista, seakan aku tak layak untuk hidup. Perih rasanya
dibandingan rasa sakit diperut yang tak menemukan makanan sudah dua hari
lamanya.
Ayah dimana kau
tinggal, walu pulau ini kecil ukuranya tapi tetap saja aku harus mencarimu di
sebelah mana.
Kaki kecil yang
tinggal tulang yang terbungkus kulit kering terus saja melangkahkan kakinya
menyusuri setiap ploksok di pulau ini. Tak ada sedikit pun rasa untuk mengeluh
karena satu tekad ku, aku harus seceptnya menemui ayah sebelum semuanya
terlambat.
Tak terasa setengah hari ku
susuri pulau ini setengah dari luasnya sudah aku jelajahi. Namun belum sediit
pun tanda-tanda ayah tinggal di tempat ini
ya Alloh harus kemana lagi aku mencari ayah.
Baju yang basah
pun kini sudah kering kembali malah beberapa kali basah kembali oleh keringat
yang mengucur.
“nak, sepertinya
aku baru melihatmu di pulau ini. Kau berasal darimana?... muka mu pucat
sekali?..”tanya seorang wanita tua yang sibuk menenteng beberapa kantong
plastic besar.
“iea nek aku
bukan warga sini, aku kesini ingin mencari ayah...”
“pantas saja,
ayah mu memang kerja apa dipulau ini”
“aku pun tak
tahu nenk,,”
“lantas kau
sudah bertemu dengan nya?...”
Belum sempat ku
jawab pertanyaan nenek itu aku pun tergeletak lemas dipinggir jalan Sontak
nenek itu pun kaget di buatnnya. Entah apa yang terjadi saat aku pingsan tadi,
yang kini aku tahu saat mata ku terbuka aku ada di sebuah sofa mewah nan empuk.
“akhirnya kau
siuman juga”..
“saya dimana?..”
“kau dirumah ku
anak muda, ayo makan dulu cream soupnya dan jus buah itu agar kau cepat
pulih”...
Sungguh nenek
yang baik hati, padahal baru pertama kali bertemu tapi dia baik pada ku.
Aku pun ceritakan apa yang
menjadi kisah dihidupku bersama keluargaku dn kenapa sampai aku ada di tempat
ini. Nenek pun bersedia untuk membantu ku untuk mencari ayah di pulau ini.
Malam pun tiba
namun tubuh kurus ini belum pulih benar tuk melanjutkan mencari ayah. Akhirnya
aku putuskan untuk menerima tawaran nenek yang belum aku tahu namanya itu tuk
menginap di rumahnya yang mewah. Tak banyak orang ku temui di rumah ini. Hanya
seorang wanita setengah baya yang mondar mandir kesekeliling di sekeliling
rumah.
Pagi pun tiba, wangi apa yang
menusuk hidung ku. Emzzz dari wanginya seperti suatu hidangan yang hangat dan
lezat. Mata ku pun terbuka karena silau terkena sinar matahari di pagi ini.
“bangunlah nak,
aku sudah siapkan secangkir coklat hanta dan roti panggang isi keju” sapa
wanita setengah baya itu sambil mengelus kepalauku dengan lembut.
“ibu siapa?..”
“aku meliana,
putrid omah Linda yang menolongmu kemarin”...
Warna kulit mereka
sangat lah jauh berbeda dengan ku, aku hita sedangkan mereka putih dan tubuh
mereka tinggi.
Aku pun lekas
bangun dari tempat tidur yang sangat-sangat nyaman itu, ku bersihkan tubuhku
yang uh... bau tujuh rupa.
Ibu.Meliana
mengajakku pergi mencari ayah dengan menggunakan sepeda miliknya. Karena di
tempat ini tidak ada kendaraan bermotor sama sekali. Ya ada pun angkutan umum
yaitu andong, kereta kayu yang di gerakan oleh dua roda dan seekor atau dua
ekor kuda.
Sambil ku kayuh
sepeda pinjaman dari ibu.meliana ku tengokan kepalaku kekanan dan kekiri tuk
mencari ayah. Beberapa kali ibu.Meliana mengejek tingkah polahku yang seperti burung peliharaannya di
rumah yang selalu tengok kekanan tengok ke kiri.
Dua sosok wanita
yang baik hati, entah apa yang harus aku berikan sebagai balas budi ku pada
kedua wanita hebat ini.
Sayup-sayup ku dengan suara yang
tak asing rasanya ditelainga...
Suara yang
sedang mengobrol sambil tertawa terbahak-bahak disebuah rumah makan. Aku terus
berusaha meyakinkan suara siapa itu sambil aku hampiri sumber suara itu.
Ku lihat sosok
pria yang aku rindukan selama ini sedang asik mengobrol bersama beberapa
kawannya. Aku hampiri dia dan kusapa dia, didalam benakku dia akan memelukku
dengan penuh kerinduan dan kasih sayang. Tapi apa mau dikata, dia tak
sedikitpun mengakui aku anaknya bahkan dia tega mengusir aku dan menyiram
mukaku dengan minuman yang sudah ia minum. Yang lebih mengagetkan lagi, wanita
disampingnya memanggilnya sayang.
“siapa dia
ayah?”
“heh gembel, ada
urusan apa kau tanya-tanya seperti itu kepadaku”
“hey manusia
sombong, tak perlu kau begitu pada bocah malang ini. Andai dia itu adalah aku
tak sudi rasanya aku memanggil lelaki yang tak bertanggung jawab tetap
dipanggil ayah” bela ibu.Meilan
“hey wanita
jalang tak usah kau ikut campur”
Sungguh aku
menjadi marah dibuatnya, wanita yang begitu baik kepadaku dihina oleh ayahku
sendiri. Sakit rasanya hati ini...
“cukup tuan yang
kaya raya dan terhormat, maaf saya sudah salah orang. Terimakasih”
Dengan langkah
yang gontai, aku kembali kerumah ibu.Meliana, beberapa kali aku jatuhkan air
mata. Entah apa yang harus aku lakukan lagi dan jawaban apa yang harus aku
berikan apada ibu nanti.
Setibanya dirumah mewah itu,
omah.Linda dan ibu.Meliana beberapa kali mencoba membantuku untuk tegar. Namun
hancurnya hati ini terus saja membuat aku kian terpuruk. Aku putuskan untuk
kembali kepulau dimana tempat aku dan keluarga ku tinggal. Terjangan ombak yang
menghempas bebatuan seakan gambarkan hati ini yang kian hancur.
Tibalah aku
dirumah, kulihat wajah ibu yang pucat karena penyakitnya kian parah belum juga
ditambah rasa khawatir yang besar terhadapku yang pergi tanpa pesan.
“ibu tahu kau
pergi kemana...!”
“maafkan aku
ibu,,”
“sekarang kau
sudah tahu mengapa dia melupakan kita disini...”
“jadi ibu,,,,”
“sudah lah,
jadilah kau anak yang bisa membuat harkat martabat kita naik. Agar dia tahu dia
tak penting untuk kita”
Kerinduan yang
kini berubah menjadi kebencian yang teramat besar aku jadikan pemacu untuk
menjadi apa yang ibu mau.
Subuh itu tiba, subuh dimana
menjadi subuh paling membuatku hancur dan terpuruk kian dalam. Ibu sang pelangi
dihidup kami menghembuskan nafas terakhirnya. Tak banyak pesan terakhirnya,
hanya saja aku harus menjadi seseorang yang bisa menggenggam dunia.
Kain kafan itu
membungkus tubuhnya yang kurus, tanah merah itu kini menjadi pembaringan
terakhirnya. Tuhan, satu yang aku minta... masukan ibu kesurgamu dan buat dia
bahagia disisi mu tuhan....
Diatas pusara
nya aku berjanji untuk mengabulkan apa yang ia inginkan dan dendam ini harus
terbalas tanpa ampun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar