dakwatuna.com – Nabi Luth bin Haran bin Tarih (Azar)
adalah keponakan Nabi Ibrahim a.s. Ia diutus oleh Allah swt. kepada kaumnya.
Maka, mulailah ia menyeru kaumnya untuk hanya menyembah Allah swt. dan
meninggalkan penyembahan kepada patung-patung berhala. Nabi Luth memulai
dakwahnya dengan menanamkan tauhid sebagaimana lazimnya para nabi berdakwah
kepada kaumnya.
Namun, kaum Nabi Luth
a.s. adalah orang-orang yang paling durhaka, paling kafir, dan paling jahat
sifat dan perilakunya. Mereka gemar membegal dan menyamun. Mereka gemar
melakukan hal-hal mungkar dalam pertemuan-pertemuan mereka. Di antara mereka
tidak ada budaya saling menasihati untuk kebaikan. Bahkan, mereka melakukan
perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh manusia sebelumnya: mereka
bersenggama dengan sesama jenis. Lelaki dengan lelaki. Homoseksual. Mereka
tidak mau menikahi wanita. Inilah puncak kedurhakaan kaum Luth kepada Allah
swt.
Nabi Luth a.s. berusaha
mengembalikan kaumnya kepada penyembahan hanya kepada Allah saja. Nabi Luth
juga berusaha mengembalikan kaumnya kepada fitrah manusia yang luhur. Tapi,
kaumnya tidak mau berhenti dari kesesatan. Mereka tidak malu mempertontonkan
perbuatan keji mereka itu. Mereka bukan saja tidak mau mendengar nasihat,
bahkan menganiaya Nabi Luth. “Usirlah Luth berserta keluarganya dari negerimu.
Karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mengaku dirinya) bersih.”
(An-Nahl: 56)
Tidak hanya itu. Kaumnya
menantang Nabi Luth agar ia mendatangkan adzab Allah swt. kepada mereka.
“Datangkanlah kepada kami adzab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar.” (Al-Ankabut: 29). Karena itu, Nabi Luth meminta pertolongan Allah swt.,
“Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan adzab) atas kaum yang berbuat
kerusakan itu.” (Al-Ankabut: 30)
Allah swt. murka dan
mengabulkan doa Nabi Luth. Dia mengutus para malaikatnya. Para malaikat itu
terlebih dahulu menuju ke rumah Nabi Ibrahim a.s. untuk memberi kabar gembira
kepada tentang kelahiran anak yang begitu diharapkan Nabi Ibrahim. Setelah itu,
para malaikat menceritakan misi besar yang mereka emban atas kaum nabi Luth.
Nabi Ibrahim bertanya,
“Apakah urusan kamu sekalian, wahai para utusan?” Mereka menjawab,
“Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang pendosa (kaum Luth), agar kami
timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras) yang ditandai di sisi
Tuhanmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas.” (Adz-Dzariyat:
31-34)
Dialog ini diabadilan
Allah swt. dalam Al-Qur’an tidak sekali. “Dan tatkala utusan Kami (para
malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan,
‘Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk kota (Sodom) ini. Sesungguhnya
penduduknya adalah orang-orang yang zhalim.’ Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya di
kota itu ada Luth.’ Para malaikat berkata, ‘Kami lebih mengetahui siapa yang
ada di kota itu. Kami sunguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya, kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan).’” (Al-Ankabut: 31-33)
Para malaikat yang
terdiri dari Jibril, Mikail, dan Israfil itu berangkat menuju negeri Sodom.
Mereka datang dalam wujud pemuda yang berwajah rupawan. Ini sebagai ujian bagi
kaum Luth dan agar nanti menjadi alasan untum membinasakan mereka.
Para pemuda rupawan itu
bertamu ke rumah Nabi Luth tepat ketika matahari terbenam. Nabi Luth yang tidak
tahu bahwa mereka adalah malaikat, segera menerima mereka. Nabi Luth khawatir
atas keselamatan mereka, apalagi jika diterima oleh orang lain. “Dia (Luth)
merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan para pemuda itu, dan
dia berkata, ‘Ini adalah hari yang amat sulit.’” (Hud: 77)
Bagaiman tidak sulit,
sebab malam itu pasti Nabi Luth akan mempertahankan tamu-tamunya dari serbuan
kaumnya sebagaimana yang sering terjadi jika ada tamu datang ke rumahnya.
Nabi Luth membawa para
pemuda yang menjadi tamunya itu masuk ke dalam rumahnya secara diam-diam. Tidak
ada yang tahu, kecuali anggota keluarganya. Tapi tiba-tiba isterinya keluar dan
menceritakan kepada kaumnya, “Sesungguhnya di rumah Luth ada beberapa anak muda
tampan, yang tidak pernah aku lihat orang yang wajahnya setampan mereka.”
Maka berdatanganlah
orang-orang ke ruman Nabi Luth. Mereka ingin berbuat mesum dengan menyodomi
para pemuda yang menjadi tamu Nabi Luth. Melihat gelagat buruk itu, Nabi Luth
menasihati mereka agar menikahi anak-anak wanitanya saja. Namun seruan itu
sia-sia. Orang-orang yang tidak tahu malu itu berusaha menerobos masuk dan
menyerbu para tamu Nabi Luth.
Dalam situasi genting
itu, malaikat Jibril keluar dan memukulkan ujung sayapnya kepada mereka.
Tiba-tiba mata mereka menjadi buta. Akibat pukulan itu kaum Luth mundur sambil
mengancam Nabi Luth. Para malaikat menyuruh Nabi Luth pergi dari rumah dengan
membawa keluarganya di akhir malam nanti, dan tidak boleh seorang pun menoleh
ke belakang.
Di hari itu, di akhir
malam, Jibril mengangkat rumah-rumah kaum Luth. Semuanya ada tujuh rumah.
Rumah-rumah itu diangkat, lalu dibalikkan. Bagian atas ditaruh di bawah
kemudian dihempaskan ke bumi. Sementara dari langit batu-batu dari sijjil –yang
setiap batu tertulis nama orang yang hendak ditimpakan—menghujani mereka.
Hukuman ini tentu bukan
sebuah kezhaliman. Sebab, Allah swt. telah menetapkan bahwa Dia tidak akan
menghukum orang-orang zhalim, kecuali setelah Dia memberikan argumentasi yang
kokoh kepada mereka, dan setelah didahului dengan janji dan acaman yang
diberikan kepada mereka lewat diutusnya salah seorang Rasul-Nya yang mulia,
untuk mencegah mereka dari perbuatan buruk dan memperingatkan mereka akan adzab
Allah yang amat pedih. Rasul Allah itu menyerukan peringatannya di tengah
mereka di setiap kota, desa, dan di mana saja.
Begitu juga yang
dilakukan oleh Nabi Luth. Ia benar-benar memberi nasihat kepada kaumnya.
“Mengapa kamu sekalian melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan
oleh siapa pun di dunia ini sebelum kamu?” (Al-A’raf: 80)
Kemudian Nabi Luth
mengulang perkataannya sebagai nasihat di kala kaumnya semakin tidak
menggunakan otaknya lagi. “Sesungguhnya kamu sekalian mendatangi lelaki untuk
melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita. Bahkan kamu ini
adalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’raf: 81)
Orang-orang yang zhalim
yang tidak memiliki akal sehat lagi itu menjawab dengan ngawur. “Usirlah Luth
beserta keluarganya dari negerimu ini. Karena sesungguhnya mereka itu
orang-orang yang (mengaku dirinya) bersih.” (An-Naml: 56). Begitulah orang jika
sudah diluputi nafsu dan kesesatan, membolak-balikan norma-norma agar sesuai
dengan keingan nafsu mereka.
Ketika pembangkangan
mereka sudah sampai puncaknya, Allah swt. memberikan ujian terakhir kepada Nabi
Nuh dengan mengutus beberapa malaikat dengan wujud manusia: pemuda-pemuda yang
sangat tampan. Sebagai nabi yang dikenal lapang dada, para pemuda ini singgah.
“Luth merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia
berkata, ‘Ini adalah hari yang amat sulit.’” (Hud: 77)
Dan terdengarlah
teriakan kepada kaum homoseks itu bahwa di rumah Nabi Luth ada beberapa tamu
yang tampan dan tidak pernah ada pemuda yang setampan mereka. Dengan cepat
kabar itu menyebar. Kaum homo itu berdatangan ke rumah Nabi Luth dan mengira
akan bisa melampiaskan syahwat menyimpang mereka di sana. “Dan datanglah kaum
Luth kepadanya dengan bergegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan
perbuatan-perbuatan keji.” (Hud: 78)
Mereka menyerbu masuk ke
rumah Nabi Luth. Nabi Luth menahan mereka dengan susah payah. “Hai kaumku, ini
putri-putriku, mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kalian kepada Allah,
dan janganlah mencemarkan namaku di hadapan tamuku. Tidak adakah di antara kamu
orang berakal?”
Mereka menjawab,
“Sesungguhnya kamu tahu bahwa kami tidak berhasrat kepada putri-putrimu. Dan
sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami inginkan.” Sungguh
sebuah jawaban yang tidak pantas dan secara terang-terangan membangkang.
Sungguh berat kondisi
Nabi Luth. Ia diserbu tanpa pembelaan. “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan
(untuk menolak) kamu sekalian, atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang
kuat (tentu aku melakukannya).” (Hud: 80)
Melihat kondisi Nabi
Luth yang terdesak seperti itu, barulah para malaikat membuka identitas mereka.
“(Tenanglah kamu, hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu.
Sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu!” (Hud: 81)
Mendengar itu, Nabi Luth
sangat gembira. Lalu dikatakan kepadanya, “Sebab itu, pergilah kamu dengan
membawa keluarga dan pengikut-pengikutmu di akhir malam, dan janganlah ada
seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia
akan ditimpa adzab seperti yang menimpa mereka. Karena sesungguhnya saat
jatuhnya adzab kepada mereka ialah waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah
dekat?” (Hud: 81)
Karena kaum Luth tetap
membangkang, tetap berhasrat mengganggu tamu-tamu Nabi Luth, dan tidak menjaga
kehormatan keluarga Nabi Luth, Jibril memukul wajah mereka dengan ujung
sayapnya. Pukulan itu mengakibatkan mata mereka hapus dan mereka menjadi buta.
Dalam keadaan buta, mereka mundur dengan melontarkan ancaman, “Besok kamu akan
tahu apa yang akan menimpamu, hai orang gila!”
Tapi, saat fajar
menyingsing datanglah perintah Allah swt. Jibril membedol kota Sodom.
Mengangkat tinggi-tinggi rumah-rumah mereka di udara. Lalu membaliknya dan
menghempaskannya ke bumi diiringi hujanan batu-batu sijjin. “Maka tatkala
datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah.
(Kami balikan), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar
dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidak jauh
dari orang-orang yang zhalim.” (Hud: 82-83)
Isteri Nabi Luth ikut
keluar rumah bersama suami dan kedua anak perempuannya. Namun, wanita itu
ketika mendengar jeritan dan gemuruh kehancuran kaumnya, menoleh ke belakang.
Seketika itu juga sebutir batu jatuh menimpanya. Menembus batok kepalanya. Ia
roboh. Musnah seperti kaumnya yang membangkang. Begitulah nasib wanita yang
berkhianat kepada suaminya, yang membantu orang-orang membangkang pada ajaran
Nabinya.
“Allah membuat isteri
Nabi Nuh dan isteri Nabi Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya
berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba
Kami. Lalu kedua isteri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua
suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah, dan
katakanlah (kepada keduanya), ‘Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang
masuk (neraka).” (At-Tahrim: 10)
Begitulah Walihah,
isteri Nabi Luth. Wanita ini isteri seorang nabi dan rasul, bahkan keluarga
dekat Nabi Ibrahim. Tapi, ia binasa diadzab bersama dengan kaumnya yang
membangkang kepada Allah swt.